Rabu, 19 Oktober 2011

Memang aku hanya bsa berkata tk dpt m'lakukn apa yg kau mau krna ku tk mampu. .
memang kau tk menyukai ku tp Qu s.lalu mengagumi mu, ,nmun sulit bla kau Q pksa tuk mencntai Q, ,ku rela kn kau bhagea brsma yg laen.mski kta tak prnh berjabt tngan, , aQ bkn org yg kau ingin kn tp bla bla kematian menghdp Q.,Q hrap Q bsa bertemu s.s org d surga sprti mu yg Q cnta. .
Lama sudah kau pergi meninggalkan.ku...
Namun bayang.mu masih tergambar jelas dlm angan.ku...
Rasa itu pun masih juga tersimpan rapi d'hati.ku...
Bersama sebutir rindu yg ku.jaga slalu hanya untuk.mu...

... Dan aku pun masih tetap d'sini...
Sendiri dlm sepi yg tak bertepi...
Menanti diri.mu dgn penuh ketulusan hati...
Berharap suatu saat nanti kau akan kembali...

Tuk merangkai kebahagiaan bersama lagi...
Mengukir mimpi" yg sempat tertunda kini...
Seperti dahulu kala saat kau masih d'sini...
Saat kau masih menjadi kekasih hati...

LAPORAN PENDAHULUAN TERMOREGULASI


LAPORAN PENDAHULUAN
TERMOREGULASI



FIKES UNMUH.jpg
 






Di susun oleh :

YUKTI RIZQAN BAROKI
10.010.210.84
1.B

PRODI D.3 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2010



LAPORAN PENDAHULUAN
TERMOREGULASI


I.     DEFINISI

Termoregulasi adalah Suatu pengaturan fisiologis tubuh manusia mengenai keseimbangan produksi panas dan kehilangan panas sehingga suhu tubuh dapat dipertahankan secara konstan.
Keseimbangan suhu tubuh diregulasi oleh mekanisme fisiologis dan prilaku. Agar suhu tubuh tetap konstan dan berada dalam batasan normal, hubungan antara prodksi panas dan pengeluaran panas harus dipertahankan. Hubungan diregulasi melalui mekanisme neurologis dan kardiovaskular. Perawat menerapkan pengetahuan mekanisme kontrol suhu untuk meningkatkan regulasi suhu.
Hipotalamus yang terletak antara hemisfer serebral, mengontror suhu tubuh sebagaimana kerja termostat dalam rumah. Hipotalamus merasakan perubahan ringan pada suhu tubuh. Hipotalamus anterior mengontror pengeluaran panas, dan hipotalamus posterior mengontror produksi panas.

II.  Faktor-faktor yang mempengaruhi termoregulasi
Banyak faktor yang mempengaruhi suhu tubuh. Perubahan pada suhu tubuh dalam rentang normal terjadi ketika hubungan antara produksi panas dan kehilangan panas diganggu oleh variabel fisiologis atau prilaku. Berikut adalah faktor yang mempengarui suhu tubuh :
a.      Usia
Pada saat lahir, bayi meninggalkan lingkungan yang hangat, yang relatif konstan, masuk dalam lingkungan yang suhunya berfluktuasi dengan cepat.suhu tubuh bayi dapat berespon secara drastis terhadap perubahan suhu lingkungan. Bayi baru lahir mengeluaran lebih dari 30% panas tubuhnya melalui kepala oleh karena itu perlu menggunakan penutup kepala untuk mencegah pengeluaran panas. Bila terlindung dari ingkungan yang ektrem, suhu tubuh bayi dipertahankan pada 35,5 ºC sampai 39,5ºC. Produksi panas akan meningkat seiring dengan pertumbuhan bayi memasuki anak-anak. Perbedaan secara individu 0,25ºC sampai 0,55 ºC adalah normal (Whaley and Wong, 1995).
Regulasi suhu tidak stabil sampai pubertas. Rentang suhu normal turun secara berangsur sanpai seseorang mendekati masa lansia. Lansia mempunyai rentang suhu tubuh lebih sempit daripada dewasa awal. Suhu oral 35 ºC tidak lazim pada lansia dalam cuaca dingin. Nmun rentang shu tubuh pada lansia sekitar 36 ºC. Lansia terutama sensitif terhadap suhu yang ektrem karena kemunduran mekanisme kontrol, terutama pada kontrol vasomotor ( kontrol vasokonstriksi dan vasodilatasi), penurunan jumlah jaringan subkutan, penurunan aktivitas kelenjr keringat dan penurunan metabolisme.

b.      Olahraga
Aktivitas otot memerlukan peningkatan suplai darah dalam pemecahan karbohidrat dan lemak. Hal ini menyebabkan peningkatan metabolisme dan produksi panas. Segala jenis olahraga dapat meningkatkan produksi panas akibatnya meningkatkan suhu tubuh. Olahraga berat yang lama, seperti lari jaak jauh, dapat meningatkan suhu tubuh untuk sementara sampai 41 ºC.

c.      Kadar hormon
Secara umum, wanita mengalami fluktuasi suhu tubuh yang lebih besar dibandingkan pria. Variasi hormonal selama siklus menstruasi menyebabkan fluktuasi suhu tubuh. Kadarprogesteron meningkat dan menurun secara bertahap selama siklus menstruasi. Bila kadar progesteron rendah, suhu tubuh beberapa derajat dibawah kadar batas. Suhu tubuh yang rendah berlangsung sampai terjadi ovulasi. Perubahan suhu juga terjadi pada wanita menopause. Wanita yang sudah berhenti mentruasi dapat mengalami periode panas tubuh dan berkeringat banyak, 30 detik sampai 5 menit. Hal tersebut karena kontrol vasomotor yang tidak stabil dalam melakukan vasodilatasi dan vasokontriksi (Bobak, 1993)

d.      Irama sirkadian
Suhu tubuh berubah secara normal 0,5 ºC sampai 1 ºC selama periode 24 jam. Bagaimanapun, suhumerupakan irama stabil pada manusia. Suhu tubuh paling rendah biasanya antara pukul 1:00 dan 4:00 dini hari. Sepanjang hari suhu tubuh naik, sampai seitar pukul 18:00 dan kemudian turun seperti pada dini hari. Penting diketahui, pola suhu tidak secara otomatis pada orang yang bekerja pada malam hari dan tidur di siang hari. Perlu waktu 1-3 minggu untuk perputaran itu berubah. Secara umum, irama suhu sirkadian tidak berubah sesuai usia. Penelitian menunjukkan, puncak suhu tubuh adalah dini hari pada lansia (lenz,1984)

e.      Stres
Stres fisik dan emosi meningkatkan suhu tubuh melalui stimulasi hormonal dan persarafan. Perubahan fisiologi tersebut meningkatkan panas. Klien yang cemas saat masuk rumah sakit atau tempat praktik dokter, suhu tubuhnya dapat lebih tinggi dari normal

f.        Lingkungan
Lingkungan mempengaruhi suhu tubuh. Jika suhu dikaji dalam ruangan yang sangat hangat, klien mungkin tidak mampu meregulasi suhu tubuh melalui mekanisme pengluaran-panas dan suhu tubuh akan naik. Jika kien berada di lingkungan tanpa baju hangat, suhu tubh mungkin rendah karena penyebaran yang efektif dan pengeluaran panas yang konduktif. Bayi dan lansia paling sering dipengaruhi oleh suhu lingkungan karena mekaisme suhu mereka kurang efisien.


§         Perubahan suhu
Perubahan suhu tubuh di luar rentang normal mempengaruhi set point hipotalamus. Perubahan ini dapat berhubungan dengan produksi panas yang berlebihan, pengeluaran panas yang berlebihan, produksi panas minimal. Pengeluaran panas minimal atau setiap gabungan dari perubahan tersebut. Sifat perubahan tersebut mempengauhi masalah klinis yang dialami klien.
a.       Demam
Demam atau hiperpireksia terjadi karena mekanisme pengeluara panas tidak mampu untuk mempertahankan kecepatan pengeluaran kelebihan produksi panas, yang mengakibatkan peningkatan suhu tubuh abnormal. Tingkat ketika demam mengancamkesehatan seringkali merupkan sumber yang diperdebatkan di antara pemberi perawatan kesehatan. Demam biasanya tidak berbahaya jika berada pada suhu dibawah 39 ºC. Pembacaan suhu tunggal mungkin tidak menandakan demam. Davis dan lentz (1989) merekomendasikan untuk menentukan demam berdasarkan beberapa pembacaan suhu dalam waktu yang berbeda  pada satu hari dibandingkan dengan suhu normal tersebut pada waktu yang sama, di samping terhadap tanda vital dan gejala infeksi. Demam sebenarnya merupakan akibat dari perubahan set point hipotalamus.

b.      Kelelahan akibat panas
Kelelehan akibat panas terjadi bila diaforesis yang banyak mengakibatkan kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebih. Disebabkan oleh lingkungan yang terpajan panas. Tanda dan gejala kurang volume cairan adalah hal yang umum selama kelelehan akibat panas. Tindakan pertama yaitu memindahkan klien ke lingkungan yg lebih dingin serta memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit.

c.       Hipertermia
Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan ketidakmampuan tubuh untuk meningkatkan pengeluaran panas atau menurunkan produksi panas adalah hipertermia. Setiap penyakit atautrauma pada hipotalamus dapat mempengaruhi mekanisme pengeluaran panas. Hipertermia malignan adalah kondisi bawaan tidak dapat mengontrol produksi panas, yang terjadi ketika orang yang rentan menggunakan obat-obatan anestetik tertentu.

d.      Heatstroke
Pajanan yang lama terhadap sinar matahari atau lingkungan dengan suhu tinggi dapat mempengaruhi mekanisme pengeluaran panas. Kondisi ini disebut heatstroke, kedaruratan yang berbahaya panas dengan angka mortalitas yg tinggi. Klien berisiko termasuk yang masih sangat muda atau sangat tua, yang memiliki penyakit kardiovaskular, hipotiroidisme, diabetes atau alkoholik. Yang juga termasuk beresiko adalah orang yang mengkonsumsi obat yang menurunkan kemampuan tubuh untuk mengeluarkan panas (mis. Fenotiasin, antikolinergik, diuretik, amfetamin, dan antagonis reseptor beta- adrenergik) dan mereka yang menjalani latihan olahraga atau kerja yang berat (mis. Atlet, pekerja kontruksi dan petani). Tanda dan gejala heatstroke termasuk gamang, konfusi, delirium, sangat haus, mual, kram otot, gangguan visual, dan bahkan inkotinensia. Tanda yang paling dari heatstroke adalah kulit yang hangat dan kering.
Penderita heatstroke tidak berkeringat karena kehilangn elektrolit sangat berat dan malfungsi hipotalamus. Heatstroke dengan suhu lebih besar dari 40,5 ºC mengakibatkan kerusakan jaringan pada sel dari semua organ tubuh. Tanda vital menyatakan suhu tubuh kadang-kadang setinggi 45 ºC, takikardia dan hipotensi. Otak mungkin merupakan organ yang terlebih dahulu terkena karena sensitivitasnyaterhdap ketidakseimbangan elektrolit. Jika kondisi terus berlanjut, klien menjadi tidak sadar, pupil tidak reaktif. Terjadi kerusakan nourologis yang permanen kecuali jika tindakan pendinginan segera dimulai.

e.       hipotermia
pengeluaran panas akibat paparan terus-menerus terhadap dingin mempengaruhi kemampuan tubuh untuk memproduksi panas, mengakibatkan hipotermia. Hipotermia diklasifikasikan melalui pengukuran suhu inti. Hal tersebut dapat terjadi kebetulan atau tidak sengaja selama prosedur bedah untuk mengurangi kebutuhan metabolik dan kebutuhan tubuh terhada oksigen.
Hipotermia aksidental biasanya terjadi secara berangsur dan tidak diketahui selama beberapa jam. Ketika suhu tubuh turun menjadi 35 ºC, klien menglami gemetar yang tidak terkontrol, hilang ingatan, depresi, dan tidak mampu menila. Jika suhu tubuh turun di bawah 34,4 ºC, frekuensi jantung, pernafasan, dan tekanan darah turun. kulit menjadi sianotik.


ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN
DENGAN GANGGUAN TERMOREGULASI

Perubahan fisiologi tentang regulasi suhu tubuh membantu perawat untuk mengkaji respons klien terhadap gangguan tubuh dan dapat dilakukan tindakan secara aman. Tindakan mandiri dapat meningkatkan kenyamanan. Tindakan ini menambah efek terapi pengobatan selama sakit. Banyak tindakan yang juga dapat diajarkan kepada anggota keluarga, orang tua anak atau pemberi perawatan lain.

A.       PENGKAJIAN
o       Tempat
Ada banyak tempat untuk mengkaji suhu inti dan permukaan tubuh. Suhu inti dari arteri paru, esofagus dan kandung kemih digunakan untuk perawatan intensif. Pengukuran ini membutuhkan peralatan yang di psang invasif secara terus-menerus dalam rongga atau organ tubuh. Peralatan ini haus memiliki pembacaan akurat yang secara cepet dan terus-menerus menunjukkan pembacaan pada monitor elektronik.
Tempat yang paling sering digunakan untuk pengukuran suhu ini juga invasif tetapi dapat digunakan secara intermiten. Termasuk membran timpani, mulut rektum dan aksila. Lapisan termometer noninvasif yang disiapkan secara kimia juga dapat digunkan pada kulit. Tempat pengukuran seperti oral, rektal, aksila dan kulit menghandalkan sirkulasi efektif darah pada tempat pengukuran.panas dari darah di alirkan ke alat termometer. Suhu timpani mengandalkan radiasi panas tubuh erhadap sensor inframerah. Karena suplai darah arteri membran timpani dianggap sebagai suhu inti.
Untuk memastikan bacaan suhu yang akurat, setiap tempat harus diukur dengan akurat. Variasi suhu yang didapatkan bergantung pada tempat pengukuran, tetapi harus antara 36 ºC dan 38 ºC. Walaupun temuan riset dari banyak dari banyak didapati pertentangan; secara umum diterima bahwa suhu rektal biasanya 0,5 ºC lebih tinggi dari suhu oraldan suhu aksila 0,5 ºC lebih rendah dari suhu oral. Setiap tempat pengukuran tersebut memiliki keuntungan dan kerugian. Perawat memilih tempat yang paling aman dan akurat untuk pasien. Perlu dilakukan pengukuran pada tempat yang sama bila pengukuran tersebut di ulang.
o       Termometer
Ada tiga jenis termometer yang digunakan untuk menentukan suhu tubuh adalah air raksa-kaca, elektronik dan sekali pakai. Perawat bertanggung jawab untuk banyak menetahui dan terampil dalam menggunakan alat ukur yang dipilih. Tingkat pendidikan inservice dapat mempengaruhi keakuratan dan reabilitas pembacaan suhu. Setiap alat pengukuran menggunakan derajat celsius atau skala fahrenheit. Termometer elektronik membuat perawat dapat mengonversi skala dengan cara mngaktifkan tombol.
Ø    Termometer air raksa-kaca
Termometer air raksa-kaca adalah termometer yang paling dikenal, telah digunakan sejak abad ke-15. termometer tersebut terbuat dari kaca yang pada salah satu ujungnya ditutup dan jung lainya dengan bentolan berisi air raksa. Ada 3 jenis termometer kaca, yaitu oral ( ujungnya ramping), stubby, dan rektal (ujungnya berbentuk buah pir). Ujung termometer oral langsing, sehingga memungkinkan pentolan lebih banyak terpapar pada pembuluh darah di dalam mulut. Termometer oral biasanya memiliki ujung berwarna biru. Termometer stubby biasanya lebih pendek dan lebih gemuk dari pada jenis oral. Dapat digunakan mengukur suhu dimana saja. Termometer rektar memiliki ujung yang tumpul atau runcing, untuk mencegah trauma terhadap jaringan rektal pada saat insersi. Termometer ini biasanya di kenali dengan ujung yang berwarna merah. Keterlambatan waktu pencatatan dan dan mudah pecah merupakan kerugian dari termometer air raksa-kaca. Keuntungan dari termometer air raksa-kaca adalah harga murah, mudah diperoleh, dan banyak tersedia.
Ø    Termometer elektronik
Termometer elektronik terdiri atas unit tampilan tenaga batere yang dapat diisi ulang,  kabel kawat yang tipis dan alas yang memproses suhu yang dibungkus dengan kantung plastik sekali pakai. Salah satu bentuk termometer elektronik menggunakan alat seperti pensil. Probe tersendiri yang anti pecah tersedia untuk oral dan rektal. Probe untuk oral dapat juga digunakan untuk mengukur suhu di aksila. Selama 20 sampai 50 detik dari insersi, pembacaan terlihat pada unit tampilan tanda bunyi yang terdengar bila puncak pembacaan suhu terukur.
Bentuk lain dari termometer elektronik digunakan secara khusus untuk pengukuran timpanik. Spekulum otoskop dengan ujung sensor inframerah mendeteksi penyebaran panas dari membran timpani. Dalam 2 sampai 5 detik dari mulai dimasukkan ke dalam kanal auditorius, hasilnya terlihat pada layar. Tanda bunyi terdengar saat puncak bacaan suhu telah tercapai.
Ø    Termometer sekai pakai
Termometer sekali pakai dan penggunaan tunggal berbentuk strip kecil yang terbuat dari plastik dengan sensor suhu pada salah satu ujungnya. Sensor tersebut terdiri atas matrik dari lekukan seperti titik yang mengandung bahan kimia yang larut dan berubah warna pada perbedaan suhu. Digunakan untuk suhu oral dan aksila, terutama pada anak-anak. Dipakai dengan cara yang sama dengan termometer aksila dan digunakan hanya sekali. Waktu yang dibutuhkan untuk menunjukkan suhu hanya 60 detik (Ericksonet al, 1996). Termometer di ambil dan dibaca setelah sekitar 10 detik supaya stabil.
Bentuk lain dari termometer sekali pakai adalah koyo (patch) atau pita sensitif suhu. Digunakan pada dahi atau abdomen, koyo akan berubah warna pada suhu yang berbeda.
Kedua jenis termometer sekali pakai ini berguna untuk mengetahi suhu, khususnya pada bayi yang baru lahir.


B.      DIAGNOSA KEPERAWATAN
Perawat mengkaji temuan pengkajian dan mengelompokkan karateristik yang ditentukan untuk membuat diagnosa keperawatan. Misalnya, pada peningkatan suhu tubuh, kulit kemerahan, kulit hangat saat disentuh, dan takikardia menandakan diagnosis, hipertermia. Diagnosis keperawatan mengidentifikasi risiko klien terhadap perubahan suhu tubuh atau perubahan suhu yang aktual. Jika klien memiliki faktor resiko, perawat meminimalkan atau menghilangkan faktor yang meningkatkan perubahan suhu. Pengkajian suhu di batas normalmengarah pada diagnosa keperawatan.
Pada contohnya hipertermia, faktor yang berhubungan dengan aktivitas yang berat akan menghasilkan intervensi yang sangat berdeda daripada faktor yang berhubungan dengan ketidakmampuan atau berkeringat.
Proses Diagnostik Keperawatan terhadap Termoregulasi


pengkajian
Batasan karakteristik
Diagnosa keperawatan
Ukur tanda vital, termasuk suhu, nadi, pernapasan


Palpasi kulit
Observasi penampilan dan prilaku klien saat berbicara dan istirahat
Peningkatan suhu tubuh di atas batas normal
Takikardia
Takipnea
Kulit hangat
Gelisah
Tampak kemerahan
Hipertermia yang berhubungan dengan proses infeksi





C.      PERENCANAAN
Klien yang beresiko mengalami perubahan suhu membutuhkan rencana perawatan individu yang ditunjukkan dengan mempertahankan normotermia dan mengurangi faktor resiko. Hasil yang diharapkan ditetapkan untuk menentukan kemajuan ke arah kembalinya suhu tubuh ke batas normal. Rencana perawatan bagi klien dengan perubahan suhu yang aktual berfokus pada pemulihan normotermia, meminimalkan komplikasi dan meningkatkan kenyamanan. (lihat rencana keperawatan)


Rencana asuhan keperawatan untuk hipertermia
Diagnosa keperawatan : hipertermia yang berhubungan dengan proses infeksi
Definisi : hipertermia adalah kondisi ketika suhu tubuh individu meningkat di atas batasan suhu normalnya.
Tujuan
Hasil yg diharapkan
intervensi
rasional
Klien akan kembali ke batasan suhu tubuh normal pada 21/2










Klien mencapai rasa nyaman dan istirahat pada 21/2
Suhu tubuh turun paling sedikit 1°C setelah terapi (pada 19/2)





Suhu tubuh tetap sama antara 36°C-38°C smpai paling sedikit 24 jam (pada 20/2)


Klien mampu beristirahat dengan tenang pada 21/2
Pertahankan suhu ruangan pada 21°C kecuali jika klien menggigil





Berikan asetaminofen sesuai program medik apabila suhu lebih tinggi dari 39°C


Kurangi penutup ekternal pada tubuh klien . jaga supaya pakaian dan alas tempat tidur tetap kering
Suhu ruangan sekitar dapat meningkatkan suhu tubuh. Namun menggigil harus dihindari karena meningkatkan suhu tubuh (Guyton, 1991)

Antiseptik menurunkan set point





Pakaian yang basah atau terlalu basah mencegah pengeluaran panas melalui radiasi, konveksi dan konduksi



D.      IMPLEMENTASI
Diagnosa
implementasi
Hipertermia yang berhubungan dengan proses infeksi
Memantau keadaan klien
Memberikan asetaminofel
Mengukur suhu klien



E.      EVALUASI
Semua intervensi keperawatan dievaluasi dengan membandingkan respon aktual klien terhadap hasil yang diharapkan dari rencana perawatan.hal ini menunjukkan apakah tujuan keperawatan telah terpenuhi atau apakah dibutuhkan revisi terhadap rencana.


Evaluasi interensi terhadap hipertermia
tujuan
Tindakan evaluasi
Hasil yang diharapkan
Suhu tubuh klien akan kembali ke batas normal




Klien mendapatkan rasa nyaman dan istirahat pada 21/2
Pantau suhu tubuh setelah intervensi




Tanyakan apa yang dirasakan klien

Observasi adanya kegelisahan, kelemahan.
Suhu tubuh paling sedikit 1°C setelah terapi
Suhu tubuh tetap berada antara 36°C dan 38°C selama paling sedikit 24 jam pada 20/2

Klien menyatakan kepuasan terhadap istirahat dan tidur meningkat
Klien dapat istirahat dan tidur dengan tenang.

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:
Termoregulasi adalah Suatu pengaturan fisiologis tubuh manusia mengenai keseimbangan produksi panas dan kehilangan panas sehingga suhu tubuh dapat dipertahankan secara konstan.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya termoregulasi yaitu : usia, olahraga, kadar hormon, irama sirkadian, stres, lingkungan.
Askep klien dengan gangguan termoregulasi dapat ditinjau dari pengkajian, perencanaan, diagnosa, implementasi , dan evaluasi.

3.2 Saran
Berdasarkan pembahasan di atas saran yang dapat di ambil yaitu dalam melakukan sebuah tindakan asupan keperawatan diperlukan ketepatan dan dalam pemilihan alat seperti termometer pada saat mengukur suhu harus sesuai dengan fungsinya masing-masing.




















                                                                


                                
DAFTAR PUSTAKA


-                 Perry, A.G.& Potter, P.A.(1993). Fundamental of Nursing : Consept, Prosess, and practice

-                 www.google.com/termoregulasi

LAPORAN PENDAHULUAN KEAMANAN DAN KESELAMATAN


LAPORAN PENDAHULUAN
KEAMANAN DAN KESELAMATAN


FIKES UNMUH.jpg
 







Di susun oleh :

YUKTI RIZQAN BAROKI (1b)
10 01021 084


PRODI D.3 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
JEMBER
2011


LAPORAN PENDAHULUAN
KEAMANAN DAN KESELAMATAN

I.     DEFINISI
Keselamatan adalah suatu keadaan seseorang atau lebih yang terhindar dari ancaman bahaya / kecelakaan. Kecelakaan merupakan kejadian yang tidak dapat  diduga dan tidak diharapkan yang dapat menimbulkan kerugian, sedangkan keamanan adalah keadaan aman dan tentram.

Tugas seorang perawat :

1. Tugas utamanya adalah meningkatkan kesehatan dan mencegah terjadinya sakit
2. Mengurangi resiko terjadinya kecelakaan yang mungkin terjadinya di RS.
3. Lingkungan adalah semua faktor baik fisik maupun psikososial yang mempengaruhi hidup dan keadaan klien

II. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESELAMATAN & KEAMANAN.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk melindungi diri dari bahaya kecelakaan yaitu usia, gaya hidup, status mobilisasi, gangguan sensori persepsi, tingkat kesadaran, status emosional, kemampuan komunikasi, pengetahuan pencegahan kecelakaan, dan faktor lingkungan. Perawat perlu mengkaji faktor-faktor tersebut saat merencanakan perawatan atau mengajarkan klien cara untuk melindungi diri sendiri.

1. Usia.
Individu belajar untuk melindungi dirinya dari berbagai bahaya melalui pengetahuan dan pengkajian akurat tentang lingkungan. Perawat perlu untuk mempelajari bahaya-bahaya yang mungkin mengancam individu sesuai usia dan tahap tumbuh kembangnya sekaligus tindakan pencegahannya.
2. Gaya Hidup.
Faktor gaya hidup yang menempatkan klien dalam resiko bahaya diantaranya lingkungan kerja yang tidak aman, tinggal didaerah dengan tingkat kejahatan tinggi, ketidakcukupan dana untuk membeli perlengkapan keamanan,adanya akses dengan obat-obatan atau zat aditif berbahaya.
3. Status mobilisasi.
Klien dengan kerusakan mobilitas akibat paralisis, kelemahan otot, gangguan keseimbangan/koordinasi memiliki resiko untuk terjadinya cedera.
4. Gangguan sensori persepsi.
Sensori persepsi yang akurat terhadap stimulus lingkungan sangat penting bagi keamanan seseorang. Klien dengan gangguan persepsi rasa, dengar, raba, cium, dan lihat, memiliki resiko tinggi untuk cedera.
5. Tingkat kesadaran.
Kesadaran adalah kemampuan untuk menerima stimulus lingkungan, reaksi tubuh, dan berespon tepat melalui proses berfikir dan tindakan. Klien yang mengalami gangguan kesadaran diantaranya klien yang kurang tidur, klien tidak sadar atau setengah sadar, klien disorientasi, klien yang menerima obat-obatan tertentu seperti narkotik, sedatif, dan hipnotik.
6. Status emosional.
Status emosi yang ekstrim dapat mengganggu kemampuan klien menerima bahaya lingkungan. Contohnya situasi penuh stres dapat menurunkan konsentrasi dan menurunkan kepekaan pada simulus eksternal.
 Klien dengan depresi cenderung lambat berfikir dan bereaksi terhadap stimulus lingkungan.
7. Kemampuan komunikasi.
Klien dengan penurunan kemampuan untuk menerima dan mengemukakan informasi juga beresiko untuk cedera. Klien afasia, klien dengan keterbatasan bahasa, dan klien yang buta huruf, atau tidak bisa mengartikan simbol-simbol tanda bahaya.
8. Pengetahuan pencegahan kecelakaan
Informasi adalah hal yang sangat penting dalam penjagaan keamanan. Klien yang berada dalam lingkungan asing sangat membutuhkan informasi keamanan yang khusus. Setiap individu perlu mengetahui cara-cara yang dapat mencegah terjadinya cedera.
9. Faktor lingkungan
Lingkungan dengan perlindungan yang minimal dapat beresiko menjadi penyebab cedera baik di rumah, tempat kerja, dan jalanan.
III. MACAM-MACAM BAHAYA / KECELAKAAN
Beberapa bahaya yang sering mengancam klien baik yang berada di tempat pelayanan kesehatan, rumah, maupun komunitas diantaranya:
1.      Api /kebakaran
Api adalah bahaya umum baik di rumah maupun rumah sakit. Penyebab kebakaran yang paling sering adalah rokok dan hubungan pendek arus listrik. Kebakaran dapat terjadi jika terdapat tiga elemen sebagai berikut: panas yang cukup, bahanbahan yang mudah terbakar, dan oksigen yang cukup.
2.      Luka bakar (Scalds and burns).
Scald adalah luka bakar yang diakibatkan oleh cairan atau uap panas, seperti uap air panas. Burn adalah luka bakar diakibatkan terpapar oleh panas tinggi, bahan kimia, listrik, atau agen radioaktif. Klien dirumah sakit yang berisiko terhadap luka bakar adalah klien yang mengalami penurunan sensasi suhu dipermukaan kulit.
3.      Jatuh.
Terjatuh bisa terjadi pada siapa saja terutama bayi dan lansia. Jatuh dapat terjadi akibat lantai licin dan berair, alat-alat yang berantakkan, lingkungan dengan pencahayaan yang kurang.
4.      Keracunan.
Racun adalah semua zat yang dapat mencederai atau membunuh melalui aktivitas kimianya jika dihisap, disuntikkan, digunakan, atau diserap dalam jumlah yang cukup sedikit. Penyebab utama keracunan pada anak-anak adalah penyimpanan bahan berbahaya atau beracun yang sembarangan, pada remaja adalah gigitan serangga dan ular atau upaya bunuh diri. Pada lansia biasanya akibat salah makan obat (karena penurunan pengelihatan) atau akibat overdosis obat (karena penurunan daya ingat).
5.      Sengatan listrik
Sengatan listrik dan hubungan arus pendek adalah bahaya yang harus diwaspadai oleh perawat. Perlengkapan listrik yang tidak baik dapat menyebabkan sengatan listrik bahkan kebakaran, contoh: percikan listrik didekat gas anestesi atau oksigen konsentrasi tinggi. Salah satu pencegahannya adalah dengan menggunakan alat listrik yang grounded yaitu bersifat mentransmisi aliran listrik dari suatu objek langsung kepermukaan tanah.
6.      Suara bising.
Suara bising adalah bahaya yang dapat menyebabkan hilangnya fungsi pendengaran, tergantung dari: tingkat kebisingan, frekuensi terpapar kebisingan, dan lamanya terpapar kebisingan serta kerentanan individu. Suara diatas 120 desibel dapat menyebabkan nyeri dan gangguan pendengaran walaupun klien hanya terpapar sebentar. Terpapar
suara 85-95 desibel untuk beberapa jam per hari dapat menyebabkan gangguan pendengaran yang progressive. Suara bising dibawah 85 desibel biasanya tidak mengganggu pendengaran.
7.      Radiasi.
Cedera radiasi dapat terjadi akibat terpapar zat radioaktif yang berlebihan atau pengobatan melalui radiasi yang merusak sel lain. Zat radioaktif digunakan dalam prosedur diagnoostik seperti radiografi, fluoroscopy, dan pengobatan nuklir. Contoh isotop yang sering digunakan adalah kalsium, iodine, fosfor.
8.      Suffocation (asfiksia) atau Choking (tersedak).
Tersedak (suffocation atau asphyxiation) adalah keadaan kekurangan oksigen akibat gangguan dalam bernafas. Suffocation bisa terjadi jika sumber udara terhambat/terhenti contoh pada klien tenggelam atau kepalanya terbungkus plastik. Suffocation juga bisa disebabkan oleh adanya benda asing di saluran nafas atas yang menghalangi udara masuk ke paru-paru. Jika klien tidak segera ditolong bisa terjadi henti nafas dan henti jantung serta kematian.
9.      Lain-lain
kecelakaan bisa juga disebabkan oleh alat-alat medis yang tidak berfungsi dengan baik (equipment-related accidents) dan kesalahan prosedur yang tidak disengaja (procedure-related equipment).
IV. PENCEGAHAN KECELAKAAN DI RUMAH SAKIT.
a) Mengkaji tingkat kemampuan pasien untuk melindungi diri sendiri dari kecelakaan.
b) Menjaga keselamatan pasien yang gelisah selama berada di tempat tidur
c) Menjaga keselamatan klien dari infeksi dengan mempertahankan teknik aseptik, menggunakan alat kesehatan sesuai tujuan.
d) Menjaga keselamatan klien yang dibawa dengan kursi roda
e) Menghindari kecelakaan :
o Mengunci roda kereta dorong saat berhenti.
o Tempat tidur dalam keadaan rendah dan ada penghalang pada pasien yang gelisah.
o Bel berada pada tempat yang mudah dijangkau.
o Meja yang mudah dijangkau.
o Kereta dorong ada penghalangnya.
f) Mencegah kecelakaan pada pasien yang menggunakan alat listrik misalnya  suction, kipas angin, dan lain-lain.
g) Mencegah kecelakaan pada klien yang menggunakan alat yang mudah meledak seperti tabung oksigen dan termos.
h) Memasang lebel pada obat, botol, dan obat-obatan yang mudah terbakar
i) Melindungi semaksimal mungkin klien dari infeksi nosokomial seperti penempatan klien terpisah antara infeksi dan non-infeksi
j) Mempertahankan ventilasi dan cahaya yang adekuat
k) Mencegah terjadinya kebakaran akibat pemasangan alat bantu penerangan
l) Mempertahankan kebersihan lantai ruangan dan kamar mandi
m) Menyiapkan alat pemadam kebakaran dalam keadaan siap pakai dan mampu menggunakannya.
n) Mencegah kesalahan prosedur : identitas klien harus jelas.

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMANAN DAN KESELAMATAN KLIEN ADALAH
1. Faktor Fisiologis
Sistem pada tubuh manusia bekerja secara terkoordinasi dengan baik, apabila salah satu sistem tidak bekerja maka hal tersebut akan mengancam keamanan seseorang. Misalnya orang akan menarik tangannya jika menyentuh sesuatu benda yang terasa panas, dan sebagainya.
a.)    Sistem Muskoloskeletal§
Kesatuan muskoloskeletal merupakan hal yang sangat esensial dalam pembentukan postur dan pergerakan yang normal. Kerusakan yang terjadi pada mobilitas dan kemampuan untuk merespon terhadap hal yang membahayakan, dan ini meningkatkan risiko terhadap injuri. Masalah muskoloskeletal yang mengganggu keamanan dapat diakibatkan oleh keadaan seperti fraktur, osteoporosis, atropi otot, artritis, atau strains dan sprains
b). Sisetem Neurologis§
Koordinasi yang baik dalam sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi akan menciptakan sistem yang baik pada individu. Rangsangan yang diterima dari saraf tepi akan diteruskan ke sistem saraf pusat melalui proses persepsi kognisi yang baik sehingga seseorang dapat memutuskan dalam melakukan proses berfikir. Hal tersebut akan menciptakan seseorang mampu melakukan orientasi dengan baik terhadap orang, tempat dan waktu sehingga orang akan merasa nyaman.
Gangguan neurologis yang dapat mengancam keamanan seperti cedera kepala, medikasi/pengobatan, alkohol dan obat-obatan, stroke, injuri tulang belakang, penyakit degeneratif (seperti Parkinson dan Alzaimer), dan tumor kepala.
c). Sistem Kardiorespirasi§
Sistem kardiorespirasi yang baik memungkinkan tubuh untuk dapat beristirahat karena suplai O2 dan nutrisi untuk sel, jaringan dan organ tercukupi dengan baik. Adapun kondisi gangguan sistem kardiovaskuler yang mengganggu keamanan adalah hipertensi, gagal jantung, kelainan jantung bawaan, atau penyakit vaskuler bagian tepi. Penyakir respirasi atau pernafasan yang mengganggu keamanan seperti kesulitan bernafas, wheezing, danm kelelahan yang diakibatkan oleh tidak toleransi terhadap aktivitas, keterbatasan mobilitas.
d). Aktivitas dan Latihan§
Kondisi aktivitas dan latihan tubuh bereaksi secara cepat pada kedaruratan. Keterbatasan dalam aktivitas dan latihan akan mengganggu seseorang dalam mengenali hal yang mengancam dirinya dari luar.
e). Kelelahan (Fatigue)§
Fatigue akan mengakibatkan keterbatasan dalam persepsi terhadap bahaya, kesulitan mengambil keputusan dan ketidakadekuatan dalam pemecahan masalah. Fatigue dapat diakibatkan karena kurang tidur, gaya dan pola hidup, jam pekerjaan, stress, atau karena berbagai macam pengobatan, yang dapat mengancam keamanan.
2. Faktor Toleransi tehadap stress dan Mekanisme Koping.
Faktor seperti kecemasan dan depresi merupakan permasalahan yang akan mengganggu keamanan seseorang, dimana seseorang akan kesulitan dalam mengekspresikan sesuatu. Contoh, seseorang yang mengalami kecemasan mengenai prosedur operasi, maka seseorang tersebut akan mengalami miskomunikasi tentang informasi apa yang akan dia lakukan setelah operasi sehingga akan mengancam keamanan dia waktu pulang ke rumah sehingga akan muncul masalah komplikasi setelah operasi.
Mekanisme koping seseorang tehadap stress berhubungan langsung dengan keamanan. Faktor kepribadian seseorang memainkan peranan dalam keamanan. Menarik diri, pemalu dan ketidakpercayaan berpengaruh pada peningkatan keamanan, sehingga seseorang perlu untuk belajar kembali atau mereka akan mengalami masalah gangguan jiwa/mental.
a)      Faktor Lingkungan Rumah§
Keamanan di rumah menyangkut tentang ventilasi, pencahayaan, pengaturan panas dan sebagainya. Pengaturan perabot rumah tangga merupakan bagian penting dari keamanan di dalam rumah. Penataan yang baik dari peralatan dapur, kursi, penempatan ruangan, tangga sangat menentukan keselamatan dan keamanan seseorang. Penggunaan senjata tajam, rokok, lantai rumah dari bahan kimia dan penyimpanan bahan kimia akan membantu dalam pencegahan baya dalam rumah termasuk sumber listrik dan api.
Masalah utama yang dapat terjadi dalam rumah adalah adanya risiko adanya untuk jatuh.
b)      Tempat kerja§
Tempat kerja akan mengakibatkan gangguan keamanan dengan adanya risiko untuk terjadi injuri pada seseorang. Bahaya yang dapat ditimbulkan dari jenis pekerjaan dan tempat seseorang bekerja, baik secara fisik, mekanik, ataupun kimia. Dalam bekerja maka seseorang sangat membutuhkan adanya suatu kondisi yang ergonomis, sehingga perlu adanya pendidikan tentang kesehatan dan keselamatan kerja dalam mencegah terjadinya injuri atau kecelakaan kerja.
c)      Komunitas§
Seting tempat komunitas dapat mengakibatkan gangguan keamanan seperti kegaduhan, kebisingan, pencahayaan yang kurang baik di tempat umum maupun pusat bermain. Sanitasi lingkungan juga sangat berperan dalam peningkatan keamanan individu dalam komunitas.
d)     Tempat pelayanan kesehatan§
Pusat pelayanan kesehatan dapat mengganggu keamanan seseorang baik bagi petugas kesehatan maupun pasiennya. Bahaya dapat ditimbulkan karena peralatan, kesalahan prosedur dan sebagainya. Hal ini perlu adanya standar operasional prosedur yang baku dan diperbaharui di RS sehingga kebutuhan akan keamanan dapat terpenuhi untuk semua yang ada dalam rumah sakit.
e)      Temperatur§
Perubahan suhu dan cuaca sangat berpengaruh terhadap keamanan seseorang. Perlu adanya penyesuaian diri terhadap perubahan temperatur/suhu yang ada sehingga kebutuhan keamanan seseorang dapat terpenuhi.
f)       Polusi§
Polutan yang bebas terdapat di lingkungan ataupun di udara bebas akan menggangu keamanan seeorang. Bahan kimia dalam produk kimia yang terdapat baik di udara, air dan tanah akan menganggu ekosistem yang ada.
g)      Sumber listrik§
Pengaturan sumber-sumber listrik yang ada di rumah ataupun dimanapun sanagt muttlak diperlukan untuk mencegah terjadinya sengatan listrik ataupun kebakaran.
h)      Radiasi§
Radiasi yang ada akan mengakibatkan terjadinya mutasi gen ataupun kematian sel sehingga mengakibatkan tubuh seseorang menjadi rentan sehingga keamanan seseorang dapat mengalami masalah.
4. Faktor Penyakit
Penyakit sanagt mempengaruhi seseorang untuk mengalami masalah dalam pemenuhan kebutuhan keamanan. Penyakit seperti HIV/AIDS, hepatitis merupakan penyakit yang dapat menjadikan tubuh untuk mengalami penurunan yang drastis. Perlu adanya kewaspadaan yang baik dalam pengenalan hal tersebut, termasuk tindakan pencegahan sehingga infeksi nosokomial tidak terjadi atau dapat dicegah baik dalam seting RS, klinik ataupun keluarga.
5. Faktor Ketidakpengindahan tentang Keamanan
Hal ini berkaitan dengan kesadaran diri individu dalam pemenuhan kebutuhan keamanan. Apabila standar prosedur telah dilakukan sesuai dengan kepatuhan yang ada maka keamanan seseorang dapat tercipta.

VI. FUNGSI SISTEM SARAF
1. menerima informasi dari dalam maupun luar melalui afferent sensory pathway (sensorik)
2. mengkomunikasikan informasi antara sistem saraf perifer dan sistem saraf pusat
3. mengolah informasi yang diterima baik di tingkat saraf (refleks) maupun di otak untuk menentukan respon yang tepat dengan situasi yang di hadapi
4. menghantarkan informasi secara cepat melalui efferent pathway tadi (motorik) keorgan-organ tubuh sebagai kontrol atau memodifikasi tindakan.

VII. KEBIJAKAN RUMAH SAKIT TERKAIT KESELAMATAN DAN KEAMANAN PADA PASIEN
keselamatan pasien juga dapat menurangi berdampaknya terhadap peningkatan biaya pelayanan, dengan meningkatnya pasien rumah sakit, harapkan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan rumah sakit dapat meningkat utamanya di RS Haji Surabaya.
Pelaksanaan keselamatan pasien di rumah sakit ini agar terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit dan meningkatkan akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat yang tidak mampu.
saat ini ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan di rumah sakit. Yakni, keselamatan pasien, keselamatan petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit yang bisa berdampak terhadap keselamatan pasien dan petugas, keselamatan lingkungan yang berdampak terhadap pencemaran lingkungan, serta keselamatan bisnis rumah sakit yang terkait dengan kelangsungan hidup rumah sakit itu sendiri. Kelima aspek keselamatan tersebut, menurut Sukamto, sangatlah penting untuk dilaksanakan.


ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Perawat memberikan perawatan kepada klien dan keluarga di dalam komunitas mereka dan tempat pelayanan kesehatan. Untuk memastikan lingkungan yang aman, perawat perlu memahami hal-hal yang memberikan kontribusi keamanan rumah, komunitas, atau lingkungan pelayanan kesehatan, dan kemudian mengkaji berbagai ancaman terhadap keamanan klien dan lingkungan. Pengkajian yang dilakukan pada klien antara lain pengkajian terhadap riwayat dan pemeriksaan fisik. Pengkajian terhadap lingkungan, termasuk rumah klien dan tempat pelayanan kesehatan, mencakup inspeksi pada fasilitas tersebut.

a. Data Subjective
Pengkajian difokuskan pada masalah riwayat kesehatan klien yang terkait dengan kebutuhan keamanan seperti: pernahkah klien jatuh, mengalami patah tulang, pembatasan aktivitas, dan sebagainya. Klien perlu ditanyakan tentang tindakan pengamanan di mobil, perhatian terhadap tanda bahaya, tindakan pengamanan anak atau bayi di rumah, status imunisasi, pengertian dan pemahaman klien tentang kesehatan dan keamanan. Perlu digali juga tentang perubahan lingkungan, support sistem, tahap tumbuh kembang.
Perawat perlu mengidentifikasi adanya faktor risiko untuk keamanan klien mencakup: kondisi dewasa, fisiologi, kognitif, pengobatan, lingkungan, dan kondisi anak-anak.
1.      Dewasa seperti, riwayat terjatuh, usia yang lebih tua pada wanita, penggunaan alat bantu (alat bantu jalan, tongkat), prosthesis anggota badan bagian bawah, umur lebih 65 tahun, dan hidup sendiri.
2.      Fisiologi seperti: kehadiran penyakit akut, kondisi post operasi, kesulitan penglihatan, kesulitan pendengaran, arthritis, orthostatik hipotensi, tidak dapat tidur, pusing ketika memutar kepala atau menegakkan kepala, anemia, penyakit vaskuler, neoplasma, kesulitan mobilitas fisik, kerusakan keseimbangan dan neuropati.
3.      Kognitive, seperti: penurunan status mental (kebingungan, delirium, dimensia, kerusakan orientasi orang, tempat dan waktu)
4.      Pengobatan, seperti obat anti hipertensi, penghambat ACE, antidepresan trisiklik, obat anti cemas, hipnotik atau transquilizer, diuretik, penggunan alkohol, dan narkotika.
5.      Lingkungan, seperti: adanya restrain, kondisi cuaca atau lingkungan, pencahayaan, kelembaban, ventilasi, penataan lingkungan.
6.      Anak-anak, seperti: umur dibawah 2 tahun, penggunaan pengaman, penataan ruang, penggunaan mainan.

b. Data Objective
Data objective dapat diperoleh perawat dengan melakukan pemeriksaan fisik terkait dengan sistem: neurologis, cardiovaskuler dan pernafasan, integritas kulit dan mobilitas. Pengkajian juga mencakup prosedur test diagnostik.
1.      Sistem Neurologis
* Status mental
* Tingkat kesadaran
* Fungsi sensori
* Sistem reflek
* Sistem koordinasi
* Test pendengaran, penglihatan dan pembauan
* Sensivitas terhadap lingkungan
2. Sistem Cardiovaskuler dan Respirasi
* Toleransi terhadap aktivitas
* Nyeri dada
* Kesulitan bernafas saat aktivitas
* Frekuensi nafas, tekanan darah dan denyut nadi
3. Integritas kulit
* Inspeksi terhadap keutuhan kulit klien
* Kaji adanya luka, scar, dan lesi
* Kaji tingkat perawatan diri kulit klien
4. Mobilitas
* Inspeksi dan palpasi terhadap otot, persendian, dan tulang klien
* Kaji range of motion klien
* Kaji kekuatan otot klienkaji tingakt ADLs klien

B. DIAGNOSA
Diagnosa umum sering muncul pada kasus keamanan fisik menurut NANDA adalah :
Ø  Resiko tinggi terjadinya cedera (High risk for injury). Seorang klien dikatakan mengalami masalah keperawatan resiko tinggi terjadinya cidera bila kondisi lingkungan dan adaptasi atau pertahanan seseorang beresiko menimbulkan cedera.
Ø  Diagnosa umum tersebut memiliki tujuh subkatagori yang memungkinkan perawat menjelaskan cedera secara lebih spesifik dan atau untuk memberikan intervensi yang tepat (Wilkinson, 2000):
Ø  Resiko terjadinya keracunan: adanya resiko terjadinya kecelakaan akivat terpapar, atau tertelannya obat atau zat berbahaya dalam dosis yang dapat menyebabkan keracunan.
Ø  Resiko terjadinya sufokasi: adanya resiko kecelakaan yang menyebabkan tidak adekuatnya udara untuk proses bernafas.
Ø  Resiko terjadinya trauma: adanya resiko yang menyebabkan cedera pada jaringan (ms. Luka, luka bakar, atau fraktur).
Ø  Respon alergi lateks: respon alergi terhadap produk yang terbuat dari lateks.
Ø  Resiko respon alergi lateks: kondisi beresiko terhadap respon alergi terhadap produk yang terbuat dari lateks.
Ø  Resiko terjadinya aspirasi: klien beresiko akan masuknya sekresi gastrointestinal, sekresi orofaringeal, benda padat atau cairan kedalam saluran pernafasan.
Ø  Resiko terjadinya sindrom disuse (gejala yang tidak diinginkan): klien beresiko terhadap kerusakan sistem tubuh akibat inaktifitas sistem muskuloskeletal yang direncanakan atau tidak dapat dihindari.
Contoh kasus:
Tn. ED, 70 tahun tinggal seorang diri dirumahnya. Klien memiliki riwayat glaukoma sehingga klien harus menggunakan obat tetes mata dua kali sehari. Klien mengatakan sulit memfokuskan penglihatan, kehilangan penglihatan sebelah, dan tidak bisa melihat dalam gelap.
Diagnosa yang muncul adalah:
Resiko tinggi cedera: jatuh berhubungan dengan penurunan sensori (tidak mampu melihat).

C. PERENCANAAN
Secara umum rencana asuhan keperawatan harus mencakup dua aspek yaitu: Pendidikan kesehatan tentang tindakan pencegahan dan memodifikasi lingkungan agar lebih aman.

Contoh rencana asuhan keperawatan: (sesuai kasus diatas)
Diagnosa: Resiko tinggi cedera: jatuh berhubungan dengan penurunan sensori (tidak mampu melihat).
Tujuan: Klien memperlihatkan upaya menghindari cedera (jatuh) atau cidera (jatuh) tidak terjadi.
Kriteria hasil: Setelah dilakukan tindakan keperawatan berupa modifikasi lingkungan dan pendidikan kesehatan dalam 1 hari kunjungan diharapkan Klien mampu:
1.        Mengidentifikasi bahaya lingkungan yang dapat meningkatkan kemungkinan cidera,
2.        Mengidentifikasi tindakan preventif atas bahaya tertentu,
3.        Melaporkan penggunaan cara yang tepat dalam melindungi diri dari cidera.
Intervensi:
1. Kaji ulang adanya faktor-faktor resiko jatuh pada klien.
2. Tulis dan laporkan adanya faktor-faktor resiko
3. Lakukan modifikasi lingkungan agar lebih aman (memasang pinggiran tempat tidur, dll) sesuai hasil pengkajian bahaya jatuh pada poin 1
4. Monitor klien secara berkala terutama 3 hari pertama kunjungan rumah
5. Ajarkan klien tentang upaya pencegahan cidera (menggunakan pencahayaan yang baik, memasang penghalang tempat tidur, menempatkan benda berbahaya ditempat yang aman)
6. Kolaborasi dengan dokter untuk penatalaksanaan glaukoma dan gangguan penglihatannya, serta pekerja sosial untuk pemantauan secara berkala.
Secara umum kriteria hasil paling penting pada kasus resiko tinggi cidera adalah membantu klien untuk mengidentifikasi bahaya, dan mampu melakukan tindakan menjaga keamanan. Kriteria hasil yang lebih spesifik diantaranya Klien mampu: mengidentifikasi bahaya lingkungan yang dapat meningkatkan kemungkinan cidera, mengidentifikasi tindakan preventif atas bahaya tertentu, melaporkan penggunaan cara yang tepat dalam melindungi diri dari cidera.

D. IMPLEMENTASI
Implementasi berikut bersifat spesifik untuk beberapa bahaya tertentu (tidak berhubungan dengan kasus):

1. Meningkatkan keamanan sepanjang hayat manusia
Memastikan keamanan klien pada semua usia berfokus pada: obsevasi atau prediksi situasi yang mungkin membahayakan sehingga dapat dihindari dan memberikan pendidikan kesehatan yang memberikan kekuatan bagi klien untuk menjaga dirinya dan keluarganya dari cedera secara mandiri. Aspek pendidikan kesehatan yang lebih spesifik sesuai rentang usia klien dapat anda lihat pada Kozier, 2004: 674-675.
2. Mempertahankan kondisi aman dari api dan kebakaran
Upaya pencegahan yang bisa dilakukan perawat adalah memastikan bahwa ketiga elemen tersebut dapat dihilangkan. Jika kebakaran sudah terjadi ada dua tujuan yang harus dicapai yaitu: melindungi klien dari cedera dan membatasi serta memadakan api.
• Di pusat pelayanan kesehatan
Upaya pencegahan: Memastikan nomor telpon darurat ada disemua pesawat, Mengatur situasi sehingga alat-alat atau benda-benda yang tidak perlu tidak berada di lorong jalan, Menempatkan prosedur evakuasi dan penanganan kebakaran disemua tempat, Mengorientasikan seluruh karyawan tentang jenis-jenis kebakaran dan penanganannya.
Jika kebakaran terjadi: Mengevakuasi klien kearea yang aman, aktifkan alarm, jika api kecil lakukan pemadaman dengan alat pemadam yang ada, tutup pintu dan jendela jika perlu ketahui derajat kebakaran untuk menentukan jenis pemadam yang tepat.
3. Mencegah terjadinya jatuh pada klien
- Orientasikan klien pada saat masuk rumah sakit dan jelaskan sistem komunikasi yang ada
- Hati-hati saat mengkaji klien dengan keterbatasan gerak
- Supervisi ketat pada awal klien dirawat terutama malam hari
- Anjurkan klien menggunakan bel bila membutuhkan bantuan
- Berikan alas kaki yang tidak licin
- Berikan pencahayaan yang adekuat
- Pasang pengaman tempat tidur terutama pada klien dengan penurunan kesadaran dan gangguan mobilitas
- Jaga lantai kamar mandi agar tidak licin
- Lengkapnya bisa dilihat pada Kozier, 2004:679
4. Melakukan tindakan pengamanan pada klien kejang:
- Pasang pengaman tempat tidur dengan dilapisi kain tebal (mencegah nyeri saat terbentur)
- Pasang spatel lidah untuk mencegah terhambatnya aliran udara
- Longgarkan baju dan ikatan leher (kerah baju)
- Kolaborasi pemberian obat antikonvulsi.
- Berikan masker oksigen jika diperlukan
5. Memberikan pertolongan bila terjadi keracunan
Perawat dapat memberikan pendidikan kesehatan pada masyarakat bila terjadi keracunan melalui identifikasi adanya zat-zat beracun dirumah yang terkonsumsi, segera laporkan ke institusi kesehatan terdekat serta menyebutkan nama dan gejala yang dialami klien, jaga klien pada posisi tenang ke satu sisi atau dengan kepala ditempatkan diantara kedua kaki untuk mencegah aspirasi.
6. Memberikan pertolongan bagi klien yang terkena sengatan listrik
Jika seseorang terkena macroshock (sengatan listrik yang cukup besar) jangan sentuh klien tersebut sampai pusat listrik dimatikan dan klien aman dari arus listrik. Macroshock sangat berbahaya karena dapat menyebabkan luka bakar, kontraksi otot, dan henti nafas serta henti jantung. Untuk mencegah macroshock gunakan mesin/alat listrik yang berfungsi dengan baik, pakai sepatu dengan alas karet, berdirilah diatas lantai nonkonduktif, dan gunakan sarung tangan non konduktif.
7. Melakukan penanganan bagi klien yang terpapar kebisingan
Kebisingan memiliki efek psikososial dan efek fisiologis. Efek psikososial seperti rasa jengkel, tidur dan istirahat terganggu, serta gangguan konsentrasi dan pola komunikasi. Efek fisiologis meliputi peningkatan nadi dan respirasi, peningkatan aktifitas otot, mual, dan kehilangan pendengaran jika intensitas suara tepat. Kebisingan dapat diminimalisir dengan memasang genting, dinding, dan lantai yang kedap suara; memasang gorden; memasang karpet; atau memutar background music.
8. Melakukan Heimlich maneuver pada klien yang mengalami tersedak.
9. Melakukan perlindungan terhadap radiasi
Tingkat bahaya radiasi tergantung dari: lamanya, kedekatan dengan sumber radioaktif, dan pelindung yang digunakan selama terpapar radiasi. Upaya yang harus dilakukan oleh perawat dalam hal ini adalah memakai baju khusus, memakai sarung tangan, mencuci tangan sebelum dan sesudah memakai sarung tangan, dan membuang semua benda yang terkontaminasi.
10. Melakukan pemasangan restrain pada klien
Restrain adalah alat atau tindakan pelindung untuk membatasi gerakan/aktifitas fisik klien atau bagian tubuh klien. Restrain diklasifikasikan menjadi fisikal(physical) dan kemikal(chemical) restrain. Fisikal restrain adalah restrain dengan metode manual atau alat bantu mekanik, atau lat-alat yang dipasang pada tubuh klien sehingga klien tidak dapat bergerak dengan mudah dan terbatas gerakannya. Kemikal restrain adalah restrain dalam bentuk zat kimia neuroleptics, anxioulytics, sedatif, dan psikotropika yang digunakan untuk mengontrol tingkahlaku sosial yang merusak.
Restrain sebaiknya dihindari sebab berbagai komplikasi sering dikeluhkan akibat pemasangan restrain. Komplikasi fisik diantaranya luka tekan, retensi urin, inkontinensia, dan sulit BAB, bahkan kematian pun dilaporkan. Komplikasi psikologisnya adalah penurunan harga diri, bingung, pelupa, depresi, takut, dan marah. Restrain hendaknya digunakan sebagai alternatif
terakhir. Bila dilakukan maka haruslah (a) dibawah pengawasan dokter dengan perintah tertulis, apa penyebabnya, dan untuk berapa lama (b) klien setuju dengan tindakan tersebut.
• Implikasi legal pemasangan restrain
Untuk melindungi klien dan mencegah masalah legal, perawat perlu mengikuti aturan berikut:
1.      Perhatikan panduan tiap-tiap restrain yang akan digunakan
2.      Gunakan restrain hanya bila dibutuhkan untuk kesehatan dan keselamatan klien
3.      Jika dilakukan pemasangan restrain, dokumentasikan: penyebab, tipe, informed consent yang diberikan, respon klien, waktu pemasangan dan pelepasan, asuhan keperawatan yang diberikan, tanda-tangan dokter dan perawat
4.      Lakukan evaluasi secara periodik
• Memilih restrain
Dalam memilih restrain perlu memenuhi lima kriteria berikut:
1. Membatasi gerak klien sesedikit mungkin
2. Paling masuk akal/bisa diterima oleh klien dan keluarga
3. Tidak mempengaruhi proses perawatan klien
4. Mudah dilepas/diganti
5. Aman untuk klien
• Macam-macam restrain
1.      limb restraints (restrain pergelangan tangan), elbow restraints (khusus untuk
daerah sikut)
2.      mummy restraints (pada bayi), crib nets (box bayi dengan penghalang)
3.      Jacket restraints (jaket),
4.      belt restraints (sabuk),
5.      mitt or hand restraints (restrain tangan),


E.     EVALUASI
Melalui data yang dikumpulkan selama pemberian asuhan keperawatan perawat dapat menilai apakah tujuan asuhan telah tercapai. Jika belum tercapai maka perawat perlu melakukan eksplorasi penyebabnya. Diantaranya perawat dapat menanyakan beberapa hal berikut pada klien:
Ø  Sudahkan anda melakukan semua tindakan pencegahan?
Ø  Tindakan pencegahan apa yang klien tahu?
Ø  Apakah klien menyetujui semua tindakan pencegahan yang diajarkan?
Ø  Sudahkah perawat menulis dan mengimplementasikan rencana pendidikan kesehatan pada klien?